TEORI
BELAJAR BRUNER
A. DASAR
TEORI BELAJAR BRUNER
Secara
umum Gagne dan Briggs melukiskan pembelajaran sebagai ”upaya orang yang
tujuannya adalah membantu orang belajar” (Gredler,1991:205), secara lebih
terinci Gange mendefinisikan pembelajaran sebagai ”seperangkat acara peristiwa
eksternal yang dirancang untuk mendukung terjadinya beberapa proses belajar
yang sifatnya internal” (Gredler, 1991:205).
Dalam
kamus besar Bahasa Indonesia kata pembelajaran adalah kata benda yang diartikan
sebagai ”proses, cara, menjadikan orang atau makluk hidup belajar” (Depdikbud).
Kata ini berasal dari kata kerja belajar yang berarti ”berusaha untuk
memperoleh kepandaian atau ilmu, berubah tingkah laku atau tanggapan yang
disebabkan oleh pengalaman” (Depdikbud).
Dari
pengertian pembelajaran tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran berpusat pada
kegiatan siswa belajar dan bukan berpusat pada kegiatan guru mengajar. Oleh
karena itu pada hakikatnya pembelajaran matematika adalah proses yang sengaja
dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan memungkinkan
seseorang (sipelajar) melaksanakan kegiatan belajar matematika, dan proses
tersebut berpusat pada guru mengajar matematika. Pembelajaran matematika harus
memberikan peluang kepada siswa untuk berusaha dan mencari pengalaman tentang
matematika.
B. KONSEP
TEORI BELAJAR BRUNER
Dasar
pemikiran teori Bruner memandang bahwa manusia sebagai pemroses, pemikir dan
pencipta informasi. Bruner menyatakan belajar merupakan suatu proses aktif yang
memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar informasi yang
diberikan kepada dirinya.
Ada
tiga proses kognitif yang terjadi dalam belajar, yaitu (1) proses perolehan
informasi baru, (2) proses mentransformasikan informasi yang diterima dan (3)
menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Menurut Bruner (dalam
Hudoyo,1990:48) belajar matematika adalah belajar mengenai konsep-konsep dan
struktur-struktur matematika yang terdapat di dalam materi yang dipelajari,
serta mencari hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika
itu. Bruner, melalui teorinya itu, mengungkapkan bahwa dalam proses belajar
anak sebaiknya diberi kesempatan memanipulasi benda-benda atau alat peraga yang
dirancang secara khusus dan dapat diotak-atik oleh siswa dalam memahami suatu konsep
matematika.
Dengan
demikian agar pembelajaran dapat mengembangkan keterampilan intelektual anak
dalam mempelajari sesuatu pengetahuan (misalnya suatu konsep matematika), maka
materi pelajaran perlu disajikan dengan memperhatikan tahap perkembangan kognitif/pengetahuan
anak agar pengetahuan itu dapat diinternalisasi dalam pikiran (struktur
kognitif) orang tersebut. Proses internalisasi akan terjadi secara
sungguh-sungguh (yang berarti proses belajar terjadi secara optimal) jika
pengetahuan yang dipelajari itu dipelajari dalam tiga model tahapan yaitu model
tahap enaktif, model ikonik dan model tahap simbolik.
1. Model
Tahap Enaktif
Dalam
tahap ini penyajian yang dilakukan melalui tindakan anak secara langsung
terlibat dalam memanipulasi (mengotak-atik) objek. Pada tahap ini anak belajar
sesuatu pengetahuan dimana pengetahuan itu dipelajari secara aktif, dengan
menggunakan benda-benda konkret atau menggunakan situasi yang nyata, pada
penyajian ini anak tanpa menggunakan imajinasinya atau kata-kata.
2. Model
Tahap Ikonik
Tahap
ikonik, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan dimana pengetahuan
itu direpresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk bayangan visual (visual
imaginery), gambar, atau diagram, yang menggambarkan kegiatan kongkret yang
terdapat pada tahap enaktif. Dalam tahap ini kegiatan penyajian dilakukan
berdasarkan pada pikiran internal dimana pengetahuan disajikan melalui
serangkaian gambar-gambar atau grafik yang dilakukan anak, berhubungan dengan
mental yang merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasinya.
3. Model
Tahap Simbolis
Dalam
tahap ini bahasa adalah pola dasar simbolik, anak memanipulasi simbul-simbul
atau lambang-lambang objek tertentu. Pada tahap simbolik ini, pembelajaran
direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak (abstract symbols), yaitu
simbol-simbol arbiter yang dipakai berdasarkan kesepakatan orang-orang dalam
bidang yang bersangkutan, baik simbol-simbol verbal (misalnya huruf-huruf,
kata-kata, kalimat-kalimat), lambang-lambang matematika, maupun lambang-lambang
abstrak yang lain.
Sebagai
contoh, dalam mempelajari penjumlahan dua bilangan cacah, pembelajaran
akan terjadi secara optimal jika mula-mula siswa mempelajari hal itu dengan
menggunakan benda-benda konkret (misalnya menggabungkan 3 kelereng dengan 2
kelereng, dan kemudian menghitung banyaknya kelereng semuanya ini merupakan
tahap enaktif). Kemudian, kegiatan belajar dilanjutkan dengan menggunakan
gambar atau diagram yang mewakili 3 kelereng dan 2 kelereng yang digabungkan
tersebut (dan kemudian dihitung banyaknya kelereng semuanya, dengan menggunakan
gambar atau diagram tersebut/ tahap yang kedua ikonik, siswa bisa melakukan
penjumlahan itu dengan menggunakan pembayangan visual dari kelereng tersebut.
Pada tahap berikutnya yaitu tahap simbolis, siswa melakukan penjumlahan kedua
bilangan itudengan menggunakan lambang-lambang bialngan, yaitu : 3 + 2 = 5.
C. TEOREMA
/ DALIL BRUNER
1. Dalil
Konstruksi / Penyusunan (Contruction Theorem)
Di
dalam teorema kontruksi dikatakan bahwa cara yang terbaik bagi seseorang siswa
untuk mempelajari sesuatu atau prinsip dalam Matematika adalah dengan
mengkontruksi atau melakukan penyusunan sebagai sebuah representasi dari konsep
atau prinsip tersebut. Jika para siswa bisa mengkontuksi sendiri representasi
tersebut mereka akan lebih mudah menemukan sendiri konsep atau prinsip yang
terkandung dalam representasi tersebut, sehingga untuk selanjutnya mereka juga
mudah untuk mengingat hal-hal tesebut dan dapat mengaplikasikan dalam
situasi-situasi yang sesuai. Contohnya, anak mempelajari konsep perkalian yang
didasarkan pada prinsip penjumlahan berulang, akan lebih memahami konsep
tersebut. Jika anak tersebut mencoba sendiri menggunakan garis bilangan untuk
memperlihatkan proses perkalian tersebut.
2. Dalil
Notasi (Notation Theorem)
Menurut
apa yang dikatakan dalam terorema notasi, representasi dari sesuatu materi
matematika akan lebih mudah dipahami oleh siswa apabila di dalam representasi
itu digunakan notasi yang sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa.
Sebagai contoh, untuk siswa sekolah dasar, yang pada umumnya masih berada pada
tahap operasi kongkret, soal berbunyi; ”Tentukanlah sebuah bilangan yang jika
ditambah 3 akan menjadi 8”, akan lebih sesuai jika direpresentasikan dalam
diberikan bentuk ... + 3 = 8 atau + 3 = 8 atau a + 3 = 8
3. Dalil
Kekontrasan dan Variasi (Contrast and Variation Theorem)
Di
dalam teorema kekontrasan dan variasi dikemukakan bahwa sesuatu konsep
Matematika akan lebih mudah dipahami oleh siswa apabila konsep itu dikontraskan
dengan konsep-konsep yang lain, sehingga perbedaan antara konsep itu dengan
konsep-konsep yang lain menjadi jelas.
Selain
itu di dalam teorema ini juga disebutkan bahwa pemahaman siswa tentang sesuatu
konsep matematika juga akan menjadi lebih baik apabila konsep itu dijelaskan
dengan menggunakan berbagai contoh yang bervariasi. Misalnya, dalam
pembelajaran konsep persegipanjang, persegipanjang sebaiknya ditampilkan dengan
berbagai contoh yang bervariasi. Misalnya ada persegipanjang yang posisinya
bervariasi (ada yang dua sisinya behadapan terletak horisontal dan dua sisi
yang lain vertikal, ada yang posisinya miring, dan sebagainya), ada
persegipanjang yang perbedaan panjang dan lebarnya begitu mencolok, dan ada
persegipanjang yang panjang dan lebarnya hampir sama, bahkan ada persegipanjang
yang panjang dan lebarnya sama. Dengan digunakannya contoh-contoh yang
bervariasi tersebut, sifat-sifat atau ciri-ciri dari persegi panjang akan dapat
dipahami dengan baik. Dari berbagai contoh tersebut siswa akan bisa memahami
bahwa sesuatu konsep bisa direpresentasikan dengan bebagai contoh yang
spesifik. Sekalipun contoh-contoh yang spesifik tersebut mengandung perbedaan
yang satu dengan yang lain, semua contoh (semua kasus) tersebut memiliki
ciri-ciri umum yang sama.
4. Dalil
Konektivitas atau Pengaitan (Connectivity Theorem)
Di
dalam teorema konektivitas disebutkan bahwa setiap konsep, setiap prinsip, dan
setiap ketrampilan dalam matematika berhubungan dengan konsep-konsep,
prinsip-prinsip, dan ketrampilan-ketrampilan yang lain.
Keempat
dalil tersebut di atas tidak dimaksudkan untuk diterapkan satu per satu seperti
di atas. Dalam penerapan (implementasi), dua dalil atau lebih dapat diterapkan
secara bersaa dalam proses pembelajaran sesuatu materi matematika tertentu. Hal
tersebut bergantung pada karakteristik dari materi atau topik matematika yang
dipelajari dan karakteristik dari siswa yang belajar. Misalnya konsep Dalil
Pythagoras diperlukan untuk menentukan Tripel Pythagoras.
Metode Penemuan
Discovery
learning dari Buner, merupakan model pengajaran yang dikembangkan
berdasarkan pada pandangan kognitif tentang pembelajaran dan prinsip-prinsip
konstruktivis. Di dalam discovery learning siswa didorong untuk
belajar sendiri secara mandiri. Siswa belajar melalui keterlibatan aktif dengan
konsep-konsep dan prinsip-prinsip dalam memecahkan masalah, dan guru mendorong
siswa untuk mendapatkan pengalaman dengan melakukan kegiatan yang memungkinkan
siswa menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri, bukan memberi tahu
tetapi memberikan kesempatan atau dengan berdialog agar siswa menemukan
sendiri. Pembelajaran ini membangkitkan keingintahuan siswa, memotivasi siswa
untuk bekerja sampai menemukan jawabannya. Siswa belajar memecahkan secara
mandiri dengan ketrampilan berpikir sebab mereka harus menganalisis dan
memanipulasi informasi.
Manfaat belajar
penemuan adalah sebagai berikut:
·
Belajar penemuan
dapat digunakan untuk menguji apakah belajar sudah bermakna;
·
Pengetahuan yang
diperoleh siswa akan tertinggal lama dan mudah diingat;
·
Belajar penemuan
sangat diperlukan dalam pemecahan masalah sebab yang diinginkan dalam belajar
adar siswa dapat mendemonstrasikan pengetahuan yang diterima;
·
Transfer dapat
ditingkatkan dimana generalisasi telah ditemukan sendiri oleh siswa dari pada
disajikan dalam bentuk jadi;
·
Penggunaan
belajar penemuan mungkin mempunyai pengaruh dalam menciptakan motivasiswa;
·
Meningkatkan
penalaran siswa dan kemampuanuntuk berpikir secara bebas.
Adapun
tahap-tahap Penerapan Belajar Penemuan
1. Stimulus
(pemberian perangsang/simuli); kegiatan belajar di mulai dengan memberikan
pertanyaan yang merangsang berpikir siswa, menganjurkan dan mendorongnya untuk
membaca buku dan aktivitas belajar lain yang mengarah pada persiapan pemecahan
masalah;
2. Problem
Statement (mengidentifikasi masalah); memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang relevan dengan bahan pelajaran
kemudian memilih dan merumuskan dalam bentuk hipotesa (jawaban sementara dari
masalah tersebut);
3. Data
collecton ( pengumpulan data); memberikan kesempatan kepada para siswa untuk
mengumpulkan informasi yang relevan sebanyak-banyaknya untuk membuktikan benar
atau tidaknya hipotesa tersebut;
4. Data
Prosessing (pengolahan data); yakni mengolah data yang telah diperoleh siswa
melalui kegiatan wawancara, observasi dll. Kemudian data tersebut ditafsirkan;
5. Verifikasi,
mengadakan pemerksaan secara cermat untuk membuktikan benar tidaknya hipotesis
yang ditetapkan dan dihubungkan dengan hasil dan processing;
6. Generalisasi,
mengadakan penarikan kesimpulan untuk dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk
semua kejadian atau masalah yang sama dengan memperhatikan hasil verivikasi.
(Muhibbin Syah,1995) dalam Paulina Panen (2003; Hal.3.16).
Bagi
guru matematika perlu mengetahui bahwa dalam metoda penemuan:
1. Yang
dimaksud dengan ”penemuan sesuatu”, pada metoda penemuan, hanya belaku bagi
yang bersangkutan;
2. Pikirkan
dengan mantap, konsep apa yang akan ditemukan itu;
3. Tidak
semua materi matematika dapat disajikan dengan metoda penemuan secara baik;
4. Metoda
penemuan memerlukan waktu relatif lebih banyak;
5. Supaya
tidak mengambil kesimpulan terlalu pagi, berilah banyak contoh-contohnya
sebelum siswa membuat kesimpulan;
6. Bila
siswa mendapat kesukaran membuat generalisasinya (kesimpulan), bantulah mereka.
Ingat pula bahwa mampu merumuskan sesuatu dengan bahasa yang baik dalam
matematika memerlukan penguasaan bahasa yang tinggi. Bila siswa tidak dapat
mengerti dengan salah satu penyajian penampilan penemuan gunakan teknik lain;
7. Jangan
mengharapkan semua siswa mampu menemukan setiap konsep yang kita minta untuk
mencarinya;
8. Memperoleh
generalisasi atau kesimpulan yang benar pada metoda penemuan ini adalah hasil
yang paling akhir; untuk mengetahui bahwa kesimpulan kita itu benar kita harus
melakukan pemeriksaan/pengecekan;
9.
Buatlah kegiatan
sebagai aplikasi penemuan.
Aplikasi
Teori Belajar Bruner dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
A. Langkah
Penerapan Teori Belajar Bruner
1. Sajikan
contoh dan bukan contoh dari konsep-konsep yang diajarkan. Misal: untuk contoh
mau mengajarkan bentuk bangun datar segiempat, sedang-kan bukan contoh adalah
berikan bangun datar segitiga, segi lima atau lingkaran.
2. Bantu
siswa untuk melihat adanya hubungan antara konsep-konsep. Misalnya berikan
pertanyaan kepada siswa seperti berikut ini ” apakah nama bentuk ubin yang
sering digunakan untuk menutupi lantai rumah? Berapa cm ukuran ubin-ubin yang
dapat digunakan?
3. Berikan
satu pertanyaan dan biarkan biarkan siswa untuk mencari jawabannya sendiri.
Misalnya Jelaskan ciri-ciri/ sifat-sifat dari bangun Ubin tersebut?
4. Ajak
dan beri semangat siswa untuk memberikan pendapat berdasarkan intuisinya.
Jangan dikomentari dahulu jawaban siswa, gunakan pertanyaan yang dapat memandu
siswa untuk berpikir dan mencari jawaban yang sebenarnya. (Anita dalam Panen,
2003)
Teori
belajar Bruner ini didasarkan pada dua asumsi, bahwa :
1.
Perolehan
pengetahuan merupakan suatu proses interaktif, artinya pengetahuan akan
diperoleh siswa apabila yang bersangkutan berinteraksi secara aktif dengan
lingkungannya.
2.
Orang
mengkonstruksikan pengetahuannya dengan cara menghubungkan hal-hal yang
mempunyai kemiripan dihubungkan menjadi suatu struktur yang memberi arti.
Contoh
teori belajar BRUNER
mengajarkan perkalian dengan objek kucing
1.
Tahap enaktif
Guru
menampilkan/membawa seekor kucing, dengan mengamati dan memegang atau mengotak
atik dari 2 ekor kucing tersebut, dengan memberikan pertanyaan seperti
berapa jumlah kepala kucing ............... ada 2
berapa jumlah kepala kucing ............... ada 2
Banyak
ekor kucing ............. ada 2
Banyaknya
telinga ............ada 4
Banyaknya
kaki ............... ada 8
2.
Tahap ikonik
Banyaknya
kepala ............ ada 2
Banyak
ekor kucing .......... ada 2
Banyak
telinga ........... ada 4
Banyaknya kaki ............ ada 8
3. Tahap
simbolis
Dapat
ditulis kalimat pertambahan yang sesuai untuk kedua kucing tersebut bila
tinjauanya berdasarkan pada:
Kepalanya
ada 2. Kepala kucing 1 + kepala kucing 1 = 2 ( 2 x 1 = 2)
Ekornya
ada 2. Ekor kucing 1 + ekor kucing 1 = 2 ( 2 x 1 =2)
Telinganya
ada 4. 2 x 2 = 4
Kakinya
ada 8. 4 x 2 + 8
Dari
fakta dan kalimat perkalian yang bersesuaian tersebut dapat disimpulkan bahwa :
2
x 1 = 2
2
x 2 = 4
4
x 2 = 8
Untuk
lebih jelas simbolis dipandang adalah kakinya, maka
Banyak
kaki 1 kucing = 4
Banyak
kaki untuk 2 kucing 4 x 2 = 8
Melanjutkan
perkalian tersebut tanpa menunjukan kucing. Anak dapat menyelesaikan
4
x 3 = 4 + 4 + 4 = 12
4
x 4 = 4 + 4 + 4 + 4 = 16 dan seterusnya.
Contoh
2
Mengajarkan
2 + 3 =
1. Enaktif
Siswa ditunjukan 2 buah
pulpen merah dan 3 buah pulpen biru. Guru melontarkan pertanyaan berapakan
semua pulpen yang ada ditangan ibu
2. Ikonik
Dengan gambar pulpen di
papan tulis dengan 2 wwarna kemudian siswa diminta untuk mengamati gambar dan
menghitung gambar pulpen yang ada
3. Simbolik
Guru menuliskan angka di dpn papan tulis 2 + 3 =
II ditambah III = IIIII jadi 2 + 3 = 5
II ditambah III = IIIII jadi 2 + 3 = 5
BAB III
PENUTUP
Demikian yang dapat
kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini,
tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya. Pembuat juga banyak berharap para pembaca yang budiman
untuk memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi
sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan
berikutnya.
Semoga makalah ini
berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada
umumnya.
0 komentar:
Posting Komentar