2. BALASAN MENJAWAB ADZAN DAN BERDO’A SETELAHNYA
Menjawab
adzan dan berdo’a setelahnya disyari’atkan kepada setiap Muslim.
Artinya
: setiap Muslim dituntut untuk mengamalkannya. Bagi Muslim yang mengamalkannya
, dijanjikan balasan kebaikan yang banyak di sisi Allah swt , diantaranya :
(1)
Diampuni dosa dosanya.
عَنْ سَعْدِ بْنِ أَبِى وَقَّاصٍ
عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ قَالَ « مَنْ قَالَ حِينَ
يَسْمَعُ الْمُؤَذِّنَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ
شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ رَضِيتُ بِاللَّهِ رَبًّا
وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولاً وَبِالإِسْلاَمِ دِينًا. غُفِرَ لَهُ ذَنْبُهُ
Bersumber
dari Sa’ad bin Abi Waqqash r.a dari Rasulullah saw , bahwasanya beliau saw
bersabda : Barangsiapa ketika mendengar muadzdzin (mengumandangkan adzan)
kemudian dia mengucapkan :
Asyhadu
an Laa ilaha illallah wahdahu Laa syarikalah Wa annaa Muhammadan Abduhu wa
Rasuluhu
Radhitu
billahi Rabba Wabi Muhammadin Rasulan Wabil Islami diinan maka diampuni
dosanya.
Hadits
shahih riwayat Muslim Kitabush Shalah bab 7 no 383
Penjelasan
:
Sebagian
dari bacaan yang dianjurkan diucapkan oleh orang yang mendengarkan adzan :
Asyhadu
an Laa ilaha illallah wahdahu Laa syarikalah Wa annaa Muhammadan Abduhu wa
Rasuluhu Radhitu billahi Rabba Wabi Muhammadin Rasulan Wabil Islami diinan
Bacaan
dengan redaksi panjang di atas bukanlah kalimat adzan. Maka kalimat yang diucapkan oleh orang yang
mendengarkan adzan tersebut bukan diucapkan ketika muadzdzin mengumandangkan
adzan, melainkan diucapkan ketika muadzdzin selesai dari seluruh rangkaian
kalimat adzannya.
Bagi
yang mengamalkannya dijanjikan pengampunan dari dosa dosanya.
(2)
Mendapatkan syafa’at dari Rasulullah saw
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ
النِّدَاءَ اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ
الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا
مَحْمُودًا الَّذِى وَعَدْتَهُ ، حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Bersumber
dari Jabir bin Abdullah r.a , bahwasanya Rasulullah saw bersabda : Barangsiapa
yang ketika mendengar suara adzan mengucapkan :
ALLAHUMMA
RABBA HAADZIHID DA’WATIT TAAMMAH. WASH SHALAATIL QAAIMAH.
AATI
MUHAMMADAN AL WASHIILATA WAL FADHIILAH WAB’ATSHU MAQAAMAN MAHMUUDAA ALLADAZII
WA’AD TAHU
(Wahai
Allah , Pemilik seruan yang sempurna ini
Dan
shalat yang akan didirikan. Berikanlah kepada Muhammad : wasilah dan keutamaan Dan
berikanlah kepadanya kedudukan yang terpuji yang telah Engkau janjikan Maka dia
berhak untuk mendapatkan syafa’atku kelak pada hari qiyamat.
Hadits
shahih riwayat Al Bukhari Kitabul Adzan bab 8 no 614
Penjelasan
:
Bagi
umat Islam yang membaca kalimat tersebut setelah mendengar adzan maka
dijanjikan akan mendapatkan syafa’at dari Rasulullah saw kelak pada hari
qiyamat.
Yaitu
mendapatkan manfaat dari permintaan pertolongan dari Rasulullah saw kepada
Allah swt kelak pada hari qiyamat. Pemberian syafa’at ini hanya berlaku bagi
pemberi syafaat yang diidzinkan Allah untuk memberikan syafa’at , sebagaimana
yang difirmankan oleh Allah swt .
Syafa’at
yang terbesar adalah yang diberikan oleh Rasulullah saw kepada ummatnya.
يَوْمَئِذٍ لا تَنْفَعُ الشَّفَاعَةُ
إِلا مَنْ أَذِنَ لَهُ الرَّحْمَنُ وَرَضِيَ لَهُ قَوْلا
Pada
hari itu tidak berguna syafa’at, kecuali (syafa’at) orang yang Allah Maha
Pemurah telah memberi izin kepadanya, dan Dia telah meridhai perkataannya.
Al
Qur’an surah Thaha ayat 109
اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ
الْحَيُّ الْقَيُّومُ لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ لَهُ مَا فِي
السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا
بِإِذْنِهِ
Allah,
tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi
terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur.
Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi.
Tidak
yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya.
Al
Qur’an surah Al Baqarah ayat 255
(3)
Dijanjikan surga
عَنْ حَفْصِ بْنِ عَاصِمِ بْنِ
عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِذَا قَالَ الْمُؤَذِّنُ اللَّهُ
أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ. فَقَالَ أَحَدُكُمُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ.
ثُمَّ قَالَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ. قَالَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ
إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ثُمَّ قَالَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ.
قَالَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ. ثُمَّ قَالَ حَىَّ عَلَى
الصَّلاَةِ. قَالَ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ. ثُمَّ قَالَ حَىَّ
عَلَى الْفَلاَحِ. قَالَ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ. ثُمَّ قَالَ
اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ.
قَالَ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ
أَكْبَرُ. ثُمَّ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ. قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ
اللَّهُ. مِنْ قَلْبِهِ دَخَلَ الْجَنَّةَ
Bersumber
dari Hafsh bin ‘Ashim bin Umar bin Khaththab dari ayahnya dari kakeknya (yaitu
Umar bin Al Khaththab r.a) dia berkata : Rasulullah saw bersabda :
Apabila
muadzdzin mengumandangkan Allahu Akbar Allahu akbar
Kemudian
seseorang diantara kalian mengucapkan Allahu Akbar Allahu akbar
Kemudian
muadzdzin mengumandangkan Asy-hadu An Laa ilaaha Illallah
Kemudian
seseorang diantara kalian mengucapkan Asy-hadu An Laa ilaaha Illallah
Kemudian
muadzdzin mengumandangkan Asyhadu annaa Muhammadar Rasulullah
Lalu
seseorang diantara kalian mengucapkan Asyhadu annaa Muhammadar Rasulullah
Kemudian
muadzdzin mengumandangkan hayyaa ‘alash shalah
Lalu
seseorang diantara kalian mengucapkan Laa haula walaa quwwata illaa billah
Kemudian
muadzdzin mengumandangkan hayya ‘alal falah
Lalu
seseorang diantara kalian mengucapkan Laa haula walaa quwwata illaa billah
Kemudian
muadzdzin mengumandangkan Allahu Akbar Allahu akbar
Lalu
seseorang diantara kalian mengucapkan Allahu Akbar Allahu akbar
Kemudian
muadzdzin mengumandangkan Laa ilaaha Illallah
Lalu
seseorang diantara kalian mengucapkan Laa ilaaha Illallah
Dari
hatinya , maka dia akan masuk surga
Hadits
shahih riwayat Muslim Kitabush Shalah bab 7 no 385
Penjelasan
:
Kalimat
حَىَّ عَلَى الْفَلاَحِ (hayya ‘alal falah = marilah menuju kepada
kejayaan) maknanya adalah mari menuju kepada perkara yang menjadi sebab
kejayaan , dan yang menjadi sebab masuknya ke dalam surga dan mendapatkan
keni’matan yang abadi.
Yaitu
: mendatangi tempat dikumandangkan adzan untuk melaksanakan shalat berjama’ah.
Ini
menunjukkan bahwa shalat berjamaah adalah sebuah ibadah yang sangat besar
keutamaannya , sehingga dikatakan : mari hadir untuk mendapatkan kejayaan serta
surga dan keni’matan abadi.
Kalimat لاَ
حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ (Laa haula walaa quwwata
illaa billah = Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah)
maknanya adalah :
Tidak
ada daya ataupun kekuatan untuk menghindarkan diri dari kejelekan atau mengerjakan
sesuatu yang dapat mendatangkan kebaikan kecuali dengan pertolongan Allah.
Dikatakan
juga bahwa maknanya adalah : Tidak ada daya untuk menjauhkan diri dari
ma’shiyat kepada Allah kecuali dengan penjagaan (perlindungan) dari Allah. Dan
tidak ada kekuatan untuk melaksanakan keta’atan kepada Allah kecuali dengan
pertolongannya.
Ringkasnya
: Ajakan dari Muadzdzin untuk menghadiri shalat berjamaah yang sangat agung
kedudukannya di sisi Allah mesti dijawab dengan kalimat لاَ
حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ : yang maknanya adalah tidak ada yang
sanggup untuk mendatangi shalat berjama’ah kecuali orang yang mendapatkan
pertolongan untuk dapat menghadirinya.
Kalimat
مِنْ قَلْبِهِ (=dari
hatinya) : maknanya : ikhlas. Benar benar kalimat tersebut keluar dari hatinya
yang berisi pengakuan tentang berbagai landasan pokok aqidah dalam Islam :
Mentauhidkan
Allah dan persaksian bahwa Muhammad adalah utusan Allah swt.
Lihat
: Kitab Syarah Muslim jilid halaman Kitabush Shalah bab 7 no 385
Kesimpulan
akhir :
Menjawab
adzan dan berdo’a setelahnya adalah amal shalih yang harus dijaga oleh setiap
Muslim. Maka hendaknya setiap Muslim berhenti dari kebiasaan buruknya
meremehkan adzan dengan tidak menghiraukan untuk menjawabnya serta enggan untuk
menjawabnya.
Jagalah
adzan !!
Penuhi
haknya untuk menjawabnya dan berdo’a setelahnya !!
Yang
demikian agar Allah menyelamatkan kita dari adzabnya.
HUKUM
ADZAN
Masalah
ini diperselisihkan oleh umat Islam :
1.
Ada yang berpendapat hukumnya sunnah muakkad
2.
Ada yang berpendapat hukumnya fardhu kifayah
PEMBAHASAN
:
1.
Yang berpendapat bahwa mengumandangkan adzan hukumnya sunnah muakkad.
Ini
adalah pendapat imam Hanafi dan imam Asy Syafi’i.
Lihat
: Kitab Shahih Fiqih Sunnah jilid 1 halaman
Yang
sefaham dengan pendapat ini beralasan bahwa :
1.
Didapati adanya hadits yang menyatakan bahwa Rasulullah saw memerintahkan adzan
ketika masuk waktu shalat
عَنْ عَمْرِو بْنِ سَلِمَةَ قَالَ
.... قَالَ رَسُولُ اللَّهِ –صلى الله عليه وسلم-
« صَلُّوا صَلاَةَ كَذَا فِى حِينِ كَذَا ، وَصَلُّوا كَذَا فِى حِينِ
كَذَا ، فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ ، فَلْيُؤَذِّنْ أَحَدُكُمْ ،
وَلْيَؤُمَّكُمْ أَكْثَرُكُمْ قُرْآنًا
Bersumber
dari ‘Amr bin Salamah dia berkata : …..
Rasulullah
saw bersabda : Kerjakanlah shalat yang ini pada waktu yang ini , dan shalat yang
itu pada waktu yang itu. Apabila waktu shalat telah tiba , maka hendaknya
seseorang diantara kalian mengumandangkan adzan dan hendaknya yang menjadi imam
kalian adalah yang paling banyak (hafalan) Al Qur’annya diantara kalian.
Hadits
shahih riwayat Al Bukhari Kitabul Maghaazi bab 53 no 4302
Penjelasan
: Hadits ini menjelaskan bahwa siapa
saja yang mendapati waktu shalat telah masuk maka hendaknya dia mengumandangkan
adzan.
Maka
adzan adalah amalan yang disyari’atkan , yang mana umat Islam dituntut untuk
mengerjakannya.
2.
Memahami bahwa perintah dari Rasulullah saw agar qaum Muslimin mengumandangkan
adzan adalah bersifat anjuran. Bukan kewajiban.
Alasannya
:
*
Tidak didapati hadits yang secara tegas dan jelas yang memerintahkan agar qaum
Muslimin secara keseluruhan mengumandangkan adzan ketika akan mengerjakan
shalat.
Bahkan
ada hadits yang mengarahkan perintah adzan kepada makna anjuran :
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِى
النِّدَاءِ وَالصَّفِّ الأَوَّلِ ، ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إِلاَّ أَنْ يَسْتَهِمُوا
عَلَيْهِ لاَسْتَهَمُوا
Bersumber
dari Abu Hurairah r.a , bahwasanya Rasulullah saw bersabda : Seandainya manusia
mengetahui , (balasan) apa yang terdapat pada adzan dan shaf yang pertama ,
kemudian mereka tidak mendapatkannya kecuali dengan cara mengundi , niscaya
mereka akan mengundi.
Hadits
shahih riwayat Al Bukhari Kitabul Adzan bab 9 no 615 (ini adalah lafadznya)
Muslim
Kitabush Shalah bab 28 no 437
Penjelasan
:
Hadits
ini menjelaskan tentang besarnya
keutamaan yang didapatkan seorang Muslim yang mengumandangkan adzan. Hanya saja
seperti apa besarnya pahalanya , tidak ada seorangpun dari qaum Muslimin yang
mengetahuinya.
Oleh
karena itu banyak qaum Muslimin yang meremehkan untuk mengumandangkan adzan.
Hal
ini difahami dari kalimat yang disampaikan oleh Rasulullah saw : seandainya
qaum Muslimin mengetahui besarnya pahala mengumandangkan adzan niscaya mereka
akan berebut dan tidak akan ada yang mau mengalah untuk mundur.
Sehingga
untuk menetapkan siapa yang akan mengumandangkan adzan terpaksa harus dilakukan
undian.
Dari
hadits ini disimpulkan bahwa : mengumandangkan adzan adalah sebuah anjuran ,
bukan sebuah kewajiban.
*
Perintah mengumandangkan adzan jika waktu shalat telah masuk , disampaikan oleh
Rasulullah saw kepada beberapa orang yang baru masuk Islam , yang mana
diantaranya ada shahabat Amr bin Salamah r.a. (Shahih riwayat Al Bukhari no
4302)
Hadits
yang semisal juga disampaikan oleh Rasulullah saw kepada beberapa orang yang
belajar kepada Rasulullah saw tentang Islam , yang mana diantaranya adalah
shahabat Malik bin Al Huwairits r.a. (Shahih riwayat Al Bukhari no 628, Muslim
no 674)
Tetapi
seruan untuk mengumandangkan adzan tidak disampaikan oleh Rasulullah saw kepada
umatnya secara umum. Padahal sangat mungkin ada shahabat lainnya yang tidak
mengetahui pembicaraan Rasulullah saw kepada rombongan ‘Amr bin Salamah r.a dan
rombongan Malik bin Al Huwairits r.a. Sehingga ada kemungkinan sebagian
shahabat tidak mengumandangkan adzan ketika akan mengerjakan shalat.
Bagaimana
mungkin sesuatu yang tidak diserukan oleh Rasulullah kepada mereka , membuat
mereka menanggung sanksi tentang wajibnya adzan
Maka
kesimpulannya adalah :
Adzan
memang disyari’atkan. Umat Islam dituntut untuk mengerjakannya. Tetapi tuntutan
ini sifatnya adalah anjuran.
Dengan
bahasa lain : hukumnya adalah sunnah. Karena ada perintah kepada beberapa
shahabat agar mengumandangkan adzan , maka sifatnya adalah sunnah muakkad
(sangat dianjurkan untuk diamalkan)
* Pada awal Rasulullah saw hijrah ke Madinah ,
shalat berjama’ah tidak pakai adzan.
Kemudian
para shahabat memberikan saran tentang perlunya satu cara untuk memberitahukan
kepada qaum Muslimin bahwa waktu shalat telah masuk.
Maka
Abdullah bin Zaid r.a bermimpi tentang adzan sebagaimana yang dilakukan oleh
qaum Muslimin saat ini , yang mana mimpinya dibenarkan oleh Rasulullah saw.
Maka
sejak saat itu adzan disyari’atkan untuk dikumandangkan untuk memberitahukan
bahwa waktu shalat telah masuk.
Maka
adzan bukanlah kewajiban , tetapi sesuatu yang sangat dianjurkan untuk
diamalkan
Wallahu
A’lam
0 komentar:
Posting Komentar