MAKALAH HENTI NAPAS
A. Definisi
HENTI NAPAS
adalah ketidakmampuan tubuh dalam mempertahankan tekanan parsial normal
O2 dan atau CO2 didalam darah. (Merenstein, 1995)
Gagal nafas adalah suatu kegawatan yang
disebabkan oleh gangguan pertukaran oksigen dan karbondioksida, sehingga sistem
pernafasan tidak mampu memenuhi metabolisme tubuh. (Staf pengajar ilmu
kesehatan anak, 1985)
B. Etiologi
1. Faktor
predisposisi
Terjadinya gagal
nafas pada bayi dan anak dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berbeda dengan
orang dewasa, yaitu :
1. Struktur
anatomi
a. Dinding dada
Dinding dada
pada bayi dan anak masih lunak disertai insersi tulang iga yang kurang kokoh,
letak iga lebih horisontal dan pertumbahan otot interkostal yang belum
sempurna, menyebabkan pergerakan dinding dada terbatas.
b. Saluran pernafasan
Pada bayi dan
anak relatif lebih besar dibandingkan dengan dewasa. Besar trakea neonatus 1/3
dewasa dan diameter bronkiolus ½ dewasa, sedangkan ukuran tubuh dewasa 20 kali
neonatus. Akan tetapi bila terjadi sumbatan atau pembengkakan 1 mm saja, pada
bayi akan menurunkan luas saluran pernafasan 75 %.
c. Alveoli
Jaringan elastis
pada septum alveoli merupakan ‘ elastic recoil ’ untuk mempertahankan alveoli
tetap terbuka. Pada neonatus alveoli relatif lebih besar dan mudah kolaps.
Dengan makin besarnya bayi, jumlah alveoli akan bertambah sehingga akan
menambah ‘ elastic recoil’.
2. Kerentangan terhadap
infeksi
Bayi
kecil mudah terkena infeksi berat seperti pneumonia, pada anak kerentangan
terhadap infeksi traktus respiratorius merupakan faktor predisposisi gagal
nafas.
3. Kelainan
konginetal
Kelainan
ini dapat mengenai semua bagian sistem pernafasan atau organ lain yang
berhubungan dengan alat pernafasan.
4. Faktor
fisiologis dan metabolik
Kebutuhan
oksigen dan tahanan jalan nafas pada bayi lebih besar daripada dewasa. Bila
terjadi infeksi, metabolisme akan meningkat mengakibatkan kebutuhan oksigen
meningkat. Kebutuhan oksigen tersebut di capai dengan menaikkan usaha
pernafasan, dengan akibat pertama adalah kehilangan kalori dan air; Kedua
dibutuhkan kontraksi otot pernafasan yang sempurna. Karena pada bayi dan anak
kadar glikogen rendah, maka dengan cepat akan terjadi penimbunan asam organik
sebagai hasil metabolisme anaerib akibatnya terjadi asidosis.
C. Patofisiologi
dan Pathway
Terdapat
2 mekanisme dasar yang mengakibatkan kegagalan pernafasan yaitu obstruksi
saluran nafas dan konsolidasi atau kolaps alveolus. Apabila seorang anak
menderita infeksi saluran nafas maka akan terjadi :
1. Sekresi
trakeobronkial bertambah
2. Proses
peradangan dan sumbatan jalan nafas
3. aliran
darah pulmonal bertambah
4. ‘metabolic
rate’ bertambah
Akibat edema mukosa, lendir yang tebal
dan spasme otot polos maka lumen saluran nafas berkurang dengan hebat. Hal ini
mengakibatkan terperangkapnya udara dibagian distal sumbatan yang akan
menyebabkan gangguan oksigenasi dan ventilasi. Gangguan difusi dan retensi CO2
menimbulkan hipoksemia dan hipercapnea, kedua hal ini disertai kerja pernafasan
yang bertambah sehingga menimbulkan kelelahan dan timbulnya asidosis. Hipoksia
dan hipercapnea akan menyebabkan ventilasi alveolus terganggu sehingga terjadi
depresi pernafasan, bila berlanjut akan menyebabkan kegagalan pernafasan dan
akirnya kematian.
Hipoksemia akan menyebabkan
vasokontriksi pembuluh darah pulmonal yang menyebabkan tahanan alveolus
bertambah, akibatnya jantung akan bekerja lebih berat, beban jantung bertambah
dan akirnya menyebabkan gagal jantung.
Akibat bertambahnya aliran darah paru,
hipoksemia yang mengakibatkan permiabilitas kapiler bertambah, retensi CO2 yang
mengakibatkan bronkokontriksi dan ‘metabolic rate’ yang bertambah, terjadinya
edema paru. Dengan terjadinya edema paru juga terjadinya gangguan ventilasi dan
oksigenisasi yang akhirnya dapat menimbulkan gagal nafas.
D. Manifestasi
klinik
Umum
: kelelahan, berkeringat
Respirasi
: wheezing, merintih, menurun/menghilangnya suara nafas, cuping Hidung
retraksi, takipnea, bradipnea atau apnea, sianosis.
Kardiovaskuler
: bradikardia atau takikardia hebat, hipotensi/hipertensi, pulsus
Paroksus 12 mmHg, henti jantung.
Serebral
: gelisah, iritabilitas, sakit kepala, kekacauan mental,
kesadaran Menurun, kejang,
koma.
E. Pemeriksaan
penunjang
Pengenalan
dini gagal nafas sulit diketahui secara klinis, pemeriksaan laboratorium yang
terpenting untuk membantu diagnosa gagal nafas ialah pemeriksaan analisa gas
darah untuk mengetahui keadaan oksigenasi, ventilasi dan keseimbangan asam
basa, saturasi O2dan pH darah.
Pada pemeriksaan BGA pada gagal nafas
akan didapat Hipoksemia, hiperkapnia, asidosis (respiratorik atau metabolik).
F. Pengkajian keperawatan.
a. Riwayat keluarga
· Riwayat keluarga
tentang alergi dan penyakit keturunan
· Riwayat pasien
tentang gangguan petnafasan yang baru diderita, terkena infeksi, adanya
alergi/iritasi, trauma.
b. Periksa
keadaan dada
· Periksa suara nafas
dan suara nafas tambahan
· Periksa adanya
pembesaran anterior / posterior ukuran dada
· Periksa peningkatan
dan penurunan taktil fremitus
· Periksa adanya
retraksi otot supraklafikula, interkosta / subkostal
· Periksa adanya
hyperesonan (adanya distensi alveoli)
· Periksa adanya
ekspirasi yang memanjang.
c. Observasi
pernafasan :
· Frekuensi
Kaji adanya takipnue, normal, bradipnue
· Kedalaman
Normal, terlalu lambat (hypopnea),
terlalu dalam (hyperpnea)
· Kelancaran
Kurang usaha, dypnea, ortopnea
berhubungan dengan adanya retraksi interkostal / substernal, adanya wheezing,
pulsus paradoxus (tekanan darah turun saat inspirasi dan tekanan darah naik
dengan ekspirasi)
· Labored breating
Terus menerus, intermitten, secara tiba
– tiba, kelelahan dalam usaha pernafasan.
· Tanda – tanda infeksi
Peningkatan suhu tubuh, pembesaran nodus
limfa, inflamasi membran mukus, keluarnya cairan purulen dari hidung dan
kuping, adanya sputum yang purulen.
· Batuk
Kaji karakteristik batuk
(produktif/kering) kapan waktu terjadinya batuk (hanya malam hari/setiap
waktu), frekuensi batuk yang berkaitan dengan aktivitas dan suhu.
· Wheezing
Kapan terjadinya wheezing; saat
inspirasi / ekspirasi, apakah memanjang, terjadi secara
tiba-tiba/berlahan-lahan.
· Sianosis
Catat distribusi sianosis (periperal,
daerah bibir, wajah), derajat, durasi, keterkaitan dengan aktivitas.
· Nyeri dada
Terjadi pada anak – anak catat lokasi,
penyebaran ke leher/abdomen, dalam/dangkal.
· Sputum
Pasien anak – anak dapat mengeluarkan
sputum pada bayi diperlukan section untuk mendapatka sempel, catat volume,
warna, bau, viskositas.
· Adanya pernafasan
yang buruk
Berhubungan dengan infeksi pernafasan.
G. Diagnosa
keperawatan dan Intervensi keperawatan
1. Gangguan
pertukaran gas b/d perubahan suplay oksigen, perubahan aliran darah ke
pulmonal.
Kriteria hasil :
Anak menunjukkan peningkatan kapasitas
ventilasi dan pertukaran gas.
Intervensi :
o Beri
posisi yang dapat memaksimalkan ekspansi paru; tinggikan kepala selama tidak
ada kontraindikasi, cek secara teratur posisi klien.
o Pertahankan
jalan nafas tetap terbuka, hindari hyperektensi leher
gunakan ‘sniffing’posisi, anjurkan anak untuk mengeluarkan sputum.
o Beri
bantuan oksigen
o Jika
perlu pertahankan anak tetap puasa
o Kaji
warna kulit
o Observasi
usaha nafas : Observasi pergerakan dada, kembang kempis dada dan penggunaan
otot bantu pernafasan
o Monitor BGA
2. Resiko
tinggi terjadi kematian b/d obstruksi jalan nafas.
Kriteria hasil :
Anak dapat bernafas, jalan nafas
terbuka.
Intervensi :
o Singkirkan
penghalang (sekret) yang dapat menghalangi pertukaran udara (jika mungkin)
o Hindari
situasi yang dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas atau aktivitas yang
memerlukan kebutuhan oksigen yang berlebihan.
o Siapkan
peralatan emergensi
o Lakukan
managemen emergensi jalan nafas (RJP) sesuai prosedur
3. Gangguan
proses keluarga b/d krisis situasi (penyakit serius pada anak)
Kriteria
hasil :
Keluarga menunjukkan paham tentang
penyakit anak dan dapat menggunakan koping yang efektif.
Intervensi :
o Beri
informasi kepada keluarga tentang proses penyakit pada anaknya
o Terangkan
tentang prosedur dan terapi yang diberikan
o Beri
informasi tentang kondisi anak
o Anjurkan
untuk mengekpresikan perasaan keluarga khususnya tentang kondisi dan prognosis
anak.
o Susun
suport sistem keluarga.
4. Intoleransi
aktivitas b/d distress pernafasan
Kriteria
hasil : anak mampu melakukan aktivitas tanpa merasa kelelahan.
Intervensi
:
o Kaji
tingkat kemampuan aktivitas anak
o Berikan
lingkungan yang nyaman dan tenang
o Atur
posisi anak seseuai kebutuhan
o Berikan
periode istirahat dan hindari hal – hal yang melelahkan anak.
LAMPIRAN
BANTUAN HIDUP DASAR PEDIATRIK
Langkah – langkah tindakan resusitasi
dapat dibagi menjadi tiga tahap :
Tahap
I : Bantuan
hidup dasar (BHD), terdiri atas :
A (Airway) : menguasai jalan nafas
B (Breathing): membuat nafas buatan
C (Circulation)
: membuat aliran darah buatan
Tahap
II : Bantuan hidup
lanjutan (BHL), terdiri dari :
D (Drug)
: pengobatan dengan cairan dan obat
E (EKG) : melakukan pemantauan dengan
alat
elektrokardiografi
F (Fibrilasi) : menilai pengobatan dengan defibrilator (untuk
fibrilasi ventrikel)
Tahap
III : Bantuan hidup jangka
panjang (BHJP), terdiri dari :
G (Gauging) : menilai keadaan
korban masih dapat diselamatkan
atau tidak
H (Human mentatiaon) : melakukan
resusitasi lanjutan dengan orientasi Otak
I (Intensive care) : mengelola
korban secara intensif
PERCOBAAN
1. Jika
curiga trauma kepala, jangan pindahkan atau gerakkan kepala/leher anak.
Hindari
memindahkannya kalau anak tidak dalam bahaya injuri lebih lanjut, jika anda
akan membalikkan anak gulingkan kepala dan torso sebagai satu unit, dukung
kepala dan leher untuk mencegah pergerakan yang dapat menyebabkan injuri lebih
lanjut.
2. Coba
untuk membangunkan anak.
Tepuk anak dan
panggil namanya dengan keras atau kibaskan ujung kakinya dan lihat adanya
respon / pergerakan.
3. Segera
cari bantuan.
4. Jika anak tetap tidak
berespon, mulai lakukan CPR segera dengan membuka jalan nafas anak.
5. Jika
ada orang lain bersama anda, minta untuk menelpon 118 (gawat darurat) untuk
minta bantuan.
Jika anda
sendirian tetaplah memulai RJP secepatnya, tidak usah berhenti untuk menelpon
118, lakukan RJP selama 1 menit, lalu telepon 118 gawat darurat secepatnya.
A = AIRWAY (JALAN NAFAS)
1. Tempatkan
anak dengan posisi telentang (dengan punggung) pada permukaan yang keras dan
rata.
2. Posisi
kepala dengan tepat dan buka jalan nafas dengan meletakkan tangan penolong pada
dahi dan letakkan jari (bukan ibu jari) dari tangan yang lain dibawah tulang
rahang bawah dekat pertengahan dagu.
Hati
– hati, jangan terlalu mendorong dahi terlalu jauh kebelakang atau
memberikan tekanan terlalu kuat pada rahang bagian bawah.
Pastikan
bibir anak terbuka, kemudian angkat dan miringkan sedikit kepala
kebelakang untuk menposisikan titik langit – langit hidung agar memudahkan
pemberian O2. Posisi ini penting untuk mengalirkan udara masuk batang
tenggorokan kemudian menuju ke paru-paru.
3. Jika
terdapat muntahan, bersihkan mulut anak sebelum memberikan bantuan pernafasan.
4. Bersihkan
sekret atau muntahan dengan jari atau spuit balon setelah memiringkan kepala
anak.
Jika
menggunakan spuit balon, peras dulu sebelum meletakkannya kedalam mulut,
kemudian lepaskan tekanan balon untuk memindahkan meterial.
a. Jika
penolong melihat objek (sekret atau muntahan), masukkan tangan lain
ke dalam mulut.
b.Gerakkan
/ pindahkan jari ke arah anda ke dalam bagian belakang tenggorokan. Tindakan
ini akan membantu membuang benda asing.
B = BREATING (PERNAFASAN)
5. Jika
mulut sudah bersih, kembalikan posisi kepala dan obserfasi dada untuk
mengetahui apakah anak mulai bernafas. Tempatkan telinga penolong dekat dengan
mulut anak dan lihat, dengarkan, rasakan nafas anak selama 3 – 5 detik.
6. Jika
anak tidak mulai bernafas, penolong harus memberikan bantuan nafas pada
anak.
a. Buka
lebar mulut anak, tutup hidung dengan jari dan tutup mulut anak dengan mulut
anda.
b. Beri 2
tiupan pelan sekitar 1- 1 ½ detik lamanya, berhenti sebentar untuk menarik
nafas.
Setiap
tiupan nafas harus cukup untuk mengangkat atau mengembangkan dada.
7. Jika
penolong tidak melihat pengembangan dada, kembalikan posisi kepala dan coba
lagi.
Setelah
reposisi kepala, jika anda tetap tidak melihat pengembangan dada, ikuti untuk
perawatan anak tersedak.
8. Jika
anak muntah, miringkan kepala dan bersihkan mulut dengan jari atau dengan spuit
balon.
C = CIRCULATION (SIRKULASI)
9. Setelah
memberikan 2 tiupan nafas dan melihat pengembangan dada, jika anak belum
bernafas periksa nadi anak.
10. Tempatkan
jari telunjuk dan jari tengah anda dengan ringan pada lengan bagian
dalam dekat tubuh anak. Rasakan selama 5 detik. Lakukan ini sebelum kasus
menjadi lebih gawat.
11. Jika
terdapat nadi tetapi tidak ada pernafasan, teruskan berikan nafas bantuan
sampai anak mulai bernafas.
Pada
banyi, anak 1 – 8 tahun, kecepatan kira-kira 1 kali nafas setiap 3 detik
atau 20 kali per menit.
Bantuan
pernafasan merupakan hal yang diperlukan agar dapat mulai bernafas kembali.
Jika
sudah dapat bernafas, lihat langkah nomor 18.
12. Lakukan
RJP (kompresi jantung) jika tidak ada nadi.
13. Berikan
posisi yang tepat untuk melakukan kompresi jantung.
Gunakan
satu tangan untuk memegang kepala anak pada posisi yang benar. Gunakan
tangan lain, tarik garis imajinsi yang menghubungkan putting anak dan letakkan
2 jari pada titik di bawah garis imajiner pada tulang rusuk.
14. Gunakan
jari tengah dan kelingking, tekan pada tulang rusuk dengan jarak ½ - 1 inci
ulangi tekan 5 kali. Setiap setelah 5 kali kompresi berhenti dan beri anak 1
kali bantuan nafas.
15. Tekan
dada kurang lebih 100 kali per menit.
Untuk
menghindari tidak terlalu cepat hitung 1, 2, 3, 4, 5 dikepala anda.
16. Setelah
sekitar 1 menit, berhenti dan periksa anak untuk melihat apakah anak mulai
bernafas atau nadi muncul.
Panggil
nomor darurat 118 jika anda sendiri.
Jika
anda akan memindahkan anak untuk mendapatkan bantuan/menghindari bahaya,
usahakan untuk tidak menghentikan RJP lebih dari 5 detik.
17. RJP
dapat dihentikan jika setelah satu ini muncul :
a. Anak
mulai bernafas dan detak jantung mulai kembali normal.
b Anda
digantikan oleh orang lain yang dapat melakukan CPR.
c. Anda
memperoleh bantuan medis dan sudah dimulai tindakan lain.
d. Anda
kelelahan.
18. Posisi
pemulihan (Recovery Position).
Jika
anak mulai bernafas sendiri dan tidak dicurigai adanya injuri, letakkan anak
dengan posisi miring dengan kepala direbahkan pada lengan dan dengan tungkai
sebelah atas ditekuk lututnya dan istirahatkan pada permukaan yang kuat dan
rata.
Catat
gambaran yang terlihat dan segera telepon 118.
BAB 1V
PEMBAHASAN
Penyebab
gagal nafas pada An A adalah kejang yang dialami selama + 5-10 menit
yang disebabkan oleh panas tinggi yang tidak tertangani secara tepat sehingga
menyebabkan spasme otot pernafasan yang menyebabkan kebutuhan oksigen
tidak dapat terpenuhi. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan penyebab
dari gagal nafas antara lain: gangguan jalan nafas bagian atas, gangguan jalan
nafas bagian bawah serta gangguan susunan saraf.
Proses terjadinya gagal nafas pada kejang adalah pada keadaan demam kenaikan
suhu tubuh 1° C akan menyebabkan kenaikan kebutuhan oksigen 20 – 60 %. Pada
kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran
sel neuron dan dalam waktu yang singkat dapat terjadi difusi ion kalium
maupun ion natrium melalui membran tersebut sehingga dapat mengakibatkan
lepasnya muatan listrik. Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besar sehingga
dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan
bantuan neurotransmiter sehingga menyebabkan kejang. Kejang yang lama (>10
menit) dapat menyebabkan spasme otot pernafasan sehingga menimbulkan apnue dan
gagal nafas.
Masalah keperawatan yang utama pada gagal nafas adalah gangguan pertukaran gas,
dimana proses terjadinya adalah sebagai berikut Gagal nafas dapat menyebabkan
kegagalan ventilasi sehingga menyebbakan gangguan difusi dan retensi CO2 yang
menyebabkan hipoksemia dan hiperkapnea yang menyebabkan gangguan ventilasi
alveolus, hipoventilasi alveoli sehingga pertukaran gas (oksigen) dalam tubuh
terganggu.
Masalah keperawatan yang kedua adalah peningkatan suhu tubuh, peningkatan suhu
tubuh ini yang menyebabkan terjadinya kejang pada anak A. menurut teori proses
terjadinya kejang yang disebabkan oleh peningkatan suhu tubuh adalah sebagai
berikut kenaikan suhu tubuh 1° C akan menyebabkan kenaikan kebutuhan oksigen 20
– 60 %. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari dari
tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak yang menderita kejang pada
suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang dapat terjadi
pada suhu tubuh 38°C sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi,
kejang dapat terjadi pada suhu tubuh 40 °C atau lebih. Pada An A saat sebelum
kejang suhu tubuh 39,4°C. berdasarkan hal tersebut prioritas penatalaksanaan
berikutnya adalah menurunkan suhu tubuh untuk mencegah terjadinya kejang ulang.
Masalah keperawatan yang ketiga adalah perubahan proses keluarga b.d krisis
situasi yang disebabkan karena penyakit yang serius pada anak. Kecemasan yang
dialami oleh keluarga dapat disebabkan karena ketidaktahuan tentang kondisi
yang dialami oleh pasien sehingga Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan
adalah memberikan penjelasan tentang keadaan yang dialami oleh klien,
menjelaskan tentang tujuan prosedur yang akan dilakukan, sehingga didiharapkan
dengan menurunkan kecemasan yang dialami oleh keluarga.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Gagal
nafas merupakan suatu kegawatan yang memerlukan penanganan secara cepat, tepat
dan komprehensif dengan prioroitas ABC sebagai pedoman penanganan. Penyebab
dari gagal nafas juga harus dikelola secara tepat sehingga gagal nafas dapat
dicegah.
Masalah
keperawatan pada gagal nafas yang ditemukan pada anak A adalah gangguan
pertukaran gas, peningkatan suhu tubuh dan perubahan proses keluarga.
Peningkatan suhu tubuh pada anak A merupakan penyebab terjadinya kejang yang
menyebabkan terjadinya gagal nafas, berdasarkan hal tersebut tindakan
keperawatan untuk menurunkan suhu tubuh sangat diperlukan untuk mencegah
terjadinya kejang berulang yang dapat menyebabkan kejang.
B. Saran
Dalam
melakukan penanganan gagal nafas, terutama dalam penanganan A
(mempertahankan jalan nafas) harus diperhatikan posisi tidur pasien,
yaitu dalam posisi sniffing position, dengan cara posisi terlentang
dengan meletakkan ganjalan dibawah bahu. Posisi yang tepat dapat dapat mencegah
jatuhnya lidah kebelakang sehingga dapat menekan dinding farink bagian belakang
yang akan menutupi jalan nafas..
0 komentar:
Posting Komentar